segar

Assalamu'alaykum,,,,,

sugeng rawuh di blog ini,,,,,
semoga bermanfaat,,



Minggu, 23 Mei 2010

Kenikmatan Bis Ekonomi: gayeng!

Bagi saya, berbicara tentang bis ekonomi memang tak ada henti,,karena penuh dengan serba-serbi yang seringkali menjadi inspirasi atau hanya sekedar terlewati. Inilah,,sebuah dunia, suasana, dan teman setia yang mengisi hidup saya selama kurang lebih delapan tahun terakhir. Wow,,lama juga ya, sudah semakin tua saja saya. Banyak sekali hal-hal yang terjadi sepanjang persahabatan saya dengannya, entah apalagi di masa datang, karena sepertinya masih lama waktu yang akan saya habiskan bersamanya.

Salah satu sisi yang menarik dari bis ekonomi adalah sajian musik yang disuguhkan oleh para musisi jalanan yang jumlahnya semakin lama semakin tak terhingga. Sangat beragam,,dari mulai mereka yang suaranya bernada bahkan bervibra yang tak kalah dengan vokalis band-band ternama bertarif ratusan juta sampai mereka yang suaranya memekakkan telinga, membuat pening kepala dan hanya menambah keruwetan saja. Dari mulai mas-mas bertato, entah gambar naga atau cacing, dengan mata yang agak merah entah karena begadang atau menenggak minuman yang membawakan lagu-lagu melayu, yang memang digandrungi sebagian besar penghuni republik ini, sampai ibu-ibu muda yang menyanyikan tembang-tembang lawas, dengan pelafalan yang sempurna, bak seorang diva yang sedang tampil di konser tunggalnya.

Para pengamen bis antarkota ini juga memiliki cara tersendiri dalam upaya menarik para pendengarnya memasukkan rupiah dalam kantong ajaib kusut yang berjasa itu. Ada yang membawakan lagu, entah dari dunia mana lagu tersebut tercipta, intinya, syair yang diucapkan menusuk tajam hati para penumpang dengan sindiran yang cukup pedas bagi mereka yang tak mau membagi rejeki baik dengan sengaja atau pura-pura memejamkan mata. Ada juga yang mengingatkan tentang hidup manusia yang hanya menghamba, lewat lagu-lagu religi yang diseliipi kata-kata nyleneh,, hingga suasana tak jadi syahdu tapi malah lucu dan agak "wagu". Lalu ada lagi yang sedikit bermodal, biasanya cara ini dilakukan oleh mereka-mereka para pengamen belia yang mengatasnamakan pendidikan dan pengabdian terhadap orang tua sebagai latar belakang terjunnya mereka dalam hiruk pikuk dunia pengamen. Mereka membagikan amplop yang bertuliskan sebuah paragraf layaknya surat permintaan donatur atau surat keterangan syarat pengajuan beasiswa, namun dibuat diluar aturan penulisan dan ala kadarnya.
Oh ya,, ada juga yang hanya bermodalkan irama yang dihasilkan dari pertemuan "simbal" nelangsa khas pengamen, terbuat dari tutup kaleng atau seng yang dipaku di sebuah kayu. Dan suatu kali saya pernah mendapati seorang pengamen tuna wicara yang hanya menggoyang-goyangkan benda itu saja, tanpa nada, tanpa irama. Agak pedih melihatnya, tapi begitulah,,


Kreativitas juga muncul dari segi alat musik. Sebagian besar menggunakan gitar yang memang lekat sekali dengan pengamen. Ada juga yang memakai keyboard kecil, biola, harmonika bahkan gendang unik terbuat dari barang-barang bekas yang merupakan favorit saya. Ya,,ini dia yang saya nanti saat menggunakan jasa bis ekonomi, yaitu kehadiran sekawanan musisi jalanan dengan alat musik favorit saya ini. Gendang lugu ini terbuat dari beberapa pralon yang bagian atasnya ditutup karet ban bekas dan diikat dengan kawat, ditambah tumpukan seng bulat-bulat kecil yang berfungsi sebagai simbal di bagian samping. Benda yang apabila ditepuk menghasilkan bunyi tak kalah dengan gendang yang sebenarnya ini berpadu dengan irama gitar kencrung yang khas,,hanya cukup satu gitar mungill sudah bisa menciptakan musik rhytem dan melodi secara bersamaan,, mengiringi lantunan lagu campursari yang dibawakan sepenuh hati, sampai merem melek, apik dengan cengkok dan pecahan suara di bagian-bagian tertentu,,suasana pun jadi segar, meriah dan gayeng! Kadang terbayang saat mereka menghitung pendapatan di penghujung hari sambil menghitung apakah cukup untuk hidup,,bersama anak istri.

Keberadaan para pengamen ini sebagian besar mungkin mengganggu apalagi yang main paksa saat meminta,, dan yang jelas memprihatinkan karena jumlahnya semakin banyak. Pengamen identik dengan kehidupan brutal jalanan yang hidupnya tidak karuan, membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang tak berguna bahkan merusak. Mereka terkesan malas untuk berusaha mencari pekerjaan yang sebenarnya, lain dengan para pedagang asongan atapun pedagang kaki lima yang tampak lebih berjuang dan bekerja keras,, hingga alasan ini menjadi sebuah dilema bagi para dermawan untuk menghargai kerja para pengamen. Tapi apakah memang kemalasan yang menjadi penyebab? atau ada penyebab lain seperti lapangan pekerjaan yang sulit, pendidikan dan keahlian yang minim, kesempatan usaha yang terlalu sempit, dan sebagainya. Ah,,rasanya terlalu kompleks dan njlimet jika berpikir sampai sedemikian rupa hanya untuk membagi kebahagiaan dengan memberikan sebagian kecil rejeki untuk mereka,, selanjutnya akan digunakan untuk apa sepertinya sudah bukan urusan kita, ya,, cukup berdoa saja semoga bermanfaat,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar