segar

Assalamu'alaykum,,,,,

sugeng rawuh di blog ini,,,,,
semoga bermanfaat,,



Minggu, 23 Mei 2010

PeRpisahaN,,,

Ini dia sebuah kata yang sebisa mungkin dihindari oleh banyak pihak karena memang hampir selalu sarat akan suasana tak mengenakkan. Terbayang sudah kesenduan melanda karena harus mengakhiri kebersamaan dengan sesuatu atau seseorang yang berarti. Diiringi nada minor yang menyayat dengan setting hujan gerimis dan pelibatan secara aktif kelenjar air mata, maka lengkap sudah menjadi sebuah adegan andalan kisah sedih perpisahan, sinetron sekali.

Tapi apapun itu, perpisahan memang identik dengan rasa tak nyaman, seperti apa yang sedang terjadi pada diri saya. Sebuah diagnosis atas gejala dan tanda serta hasil pemeriksaan laboratorium, membuat saya harus berpisah meski tidak selamanya, dengan sesuatu yang ternyata sudah menjadi bagian yang luar biasa penting dalam hidup saya. Demi keselamatan organ tubuh saya yang jarang mengeluh meski mengemban tugas nan berat selama hidupnya, sedapat mungkin saya harus mengucapkan selamat tinggal kepada sesuatu yang sudah menjadikan hidup saya begitu bergairah, dialah rasa pedas. Ya,, capcaisin, biang keladi dari rasa ini, hampir tak terpisahkan dari lidah setiap kali saya menyantap makanan. Cabai ataupun merica sudah laksana sahabat sejati yang akan selalu saya cari. Sambal adalah primadona, sesederhana apapun hidangan dalam piring saya.

Pedas, cabai, sambal,, sudah saya kenal sejak kecil. Pertumbuhan dan perkembangan tubuh saya pun diiringi dengan gairah mereka dengan intensitas dan kualitas yang semakin bertambah. Batas ambang yang membuat saya kepedesan pun lambat laun meningkat, hingga berbagai julukan saya dapatkan. Bukannya saya mau jadi jagoan, toh ada beberapa teman yang lebih gila lagi memperlakukan cabai rawit pada setiap gigitan gorengannya, tapi memang rasa pedas sudah menjadi kebutuhan dasar layaknya nasi bagi orang-orang negri ini. Alhamdulillah, jarang ada masalah berarti pada sistem pencernaan saya, rupanya mereka sudah dengan cerdasnya beradaptasi, atau memaklumi? entahlah. Kadang saya merasa tak adil terhadap mereka karena lebih sering menganakemaskan lidah dan jarang peduli apakah mereka merasa tersiksa atas segala sesuatu yang saya sodorkan.

Perpisahan ini pun menyisakan pilu dan kehampaan. Makanan yang sebelumnya terasa begitu menggoda, kini meredup pesonanya. Waktu makan, sesuatu yang selama ini menjadi waktu yang ditunggu, sekarang tak lagi istimewa malah berubah status menjadi beban. Waow,,,sebegitu berartikah rasa pedas,,saya sendiri heran. Tapi, seperti nasehat ibu saya, ini adalah salah satu episode hidup saya untuk menjadi manusia yang tak pernah dan tak boleh berhenti untuk belajar sabar, seseuatu yang begitu indah dan dicintai,,kapanpun dan dengan media apapun,, semoga. Dan perpisahan sebenarnya tak melulu berujung sedih,,,pasti ada hikmah di sana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar