segar

Assalamu'alaykum,,,,,

sugeng rawuh di blog ini,,,,,
semoga bermanfaat,,



Minggu, 23 Mei 2010

Tak hAnya diAm,,

Judulnya seperti lagunya Padi ya,, tak bermaksud apa-apa hanya kebetulan kata-kata inilah yang pas.
Semoga coretan ini tak kalah dengan lagu-lagu Padi yang berkualitas itu,,,,,

Beberapa waktu yang lalu saya pergi ke sebuah kota yang legendaris bagi hidup saya. Bertemu dengan kawan lama,,ah senangya. Lama tak bersua kami pun saling bercerita dan bertanya tentang kabar, keluarga dan kehidupan seperti apa yang sedang dijalani. Banyak hal yang saya dapatkan, salah satunya adalah merintis dan membuka usaha, menjadi anak muda yang berpenghasilan, seperti yang sejak lama saya impikan, kreatif dan mandiri. Namun dari cerita-cerita yang mengalir begitu saja tanpa plot dan alur terencana, ada satu hal yang membuat saya takjub dan berpikir. Seorang kawan bercerita tentang sebuah rutinitas luar biasa yang dilakoninya setiap bulan, yaitu menyetor uang ke sebuah lembaga sosial terpercaya yang salah satu kegiatannya membiayai anak-anak tak mampu untuk sekolah. Ya,,kawan saya merupakan donatur atau bisa disebut orang tua asuh dari seorang anak yang dihentikan langkahnya oleh dunia untuk meraih masa depan. Dia bukan seorang yang terlahir dari keluarga kaya atau berkesempatan mengendarai mobil bagus ke kampus. Ini adalah sebuah indikator bahwa semua orang asal punya keinginan, bisa melakukannya. Tidak terlalu banyak uang yang harus dikeluarkan, yang jelas lebih murah dari harga-harga baju atau sepatu.

Tentu saja kawan saya ini tak bermaksud untuk menyombongkan kedermawanannya, tapi ia hanya sekedar ingin berbagi dan menginspirasi. Tujuan itu berhasil, saya pun terinspirasi dan sekaligus iri. Selama ini yang bisa saya lakukan baru sebatas menyumbangkan perasaan iba untuk anak-anak yang tak mampu sekolah atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu tidak ada, paling-paling menyalahkan pemerintah atau tikus-tikus negara tentang kesemrawutan berkepanjangan yang mengakibatkan banyaknya anak-anak putus sekolah yang kemudian kegiatanya sehari-hari menengadahkan tangan berharap uang recehan. Tak sedikit pula yang kemudian menjadi korban kejahatan atau bahkan sebagai penganut kriminalitas. Semakin dewasa kerusakan yang di buat akan semakin nyata.

Keadaan ini sudah menjadi musuh bersama dan butuh usaha ekstra serta jangka lama untuk menuntaskannya. Banyak pihak sudah melancarkan aksinya untuk menjadi bagian dari perubahan, termasuk kawan saya itu. Lalu saya? Jarang sekali saya melihat ke arah teman-teman yang tak beruntung itu. Padahal di depan mata, di desa tempat saya tinggal, banyak anak-anak yang harus puas dengan seragam merah putihnya dan hanya mampu bercita-cita menjadi seorang 'bakul lombok' saja. Bagi para perempuan muda diharuskan menjadi tangguh di usia yang lebih dini, pergi ke kota atau ke luar negri menjadi pembantu rumah tangga. Lalu beberapa tahun kemudian kepulangan mereka disambut seorang bujang yang siap meminang. Sebelum usia berkepala dua, mereka sudah menjadi wanita dengan gravida dua, yang bertanggung jawab atas masa depan anak-anaknya ditengah keterbatasan, seperti yang dialami oleh teman-teman saya sebaya.

Ah, malu rasanya, karena setelah saya tinjau ulang, banyak waktu yang saya habiskan untuk mengeluh. Saya mudah menyerah oleh kemalasan yang bersandar saat ingin belajar. Baru sebentar membaca buku rasa kantuk pun menyerbu. Padahal ini adalah sebuah kesempatan yang tak semua orang bisa merasakan. Ini merupakan kenikmatan yang seharusnya saya syukuri tanpa henti, bisa menuntut ilmu, dan punya uang saku.
Dan kita harus berbuat sesuatu seperti kawan saya itu,bermanfaat bagi diri kita dan dunia,,dan tak boleh kehilangan kesempatan untuk menjadi bagian dari perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar